Senin, 29 Agustus 2016

SEJARAH KEBUMEN



SEJARAH KABUPATEN KEBUMEN

       Seperti halnya Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai latar belakang kultur budaya dan sejarah yang berbeda-beda, Kabupaten Kebumen memiliki sejarah tersendiri yaitu berdiri Kabupaten Kebumen dimana maksud yang dikandung untuk memberikan rasa bangga dan memiliki bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen yang selanjutnya dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada sehingga dapat memajukan pembangunan di segala bidang .
      Sejarah awal mulanya adanya Kebumen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Mataram Islam. Hal ini disebabkan adanya beberapa keterkaitan peristiwa yang ada dan dialami Mataram membawa pengaruh bagi terbentuknya Kebumen yang masih didalam lingkup kerajaan Mataram. Di dalam Struktur kekuasaan Mataram lokasi kebumen termasuk di daerah Manca Negara Kulon (wilayah Kademangan Karanglo) dan masih dibawah Mataram. Berdasarkan Perda Kab. Kebumen nomor 1 tahun 1990 tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten Kebumen dan beberapa sumber lainnya dapat diketahui latar belakang berdirinya Kabupaten Kebumen antara lain ada beberapa versi yaitu :

Versi I
Versi Pertama asal mula lahirnya Kebumen dilacak dari berdirinya Panjer. Menurut sejarahnya, Panjer berasal dari tokoh yang bernama Ki Bagus Bodronolo. Pada waktu Sultan Agung menyerbu ke Batavia ia membantu menjadi prajurit menjadi pengawal pangan dan kemudian diangkat menjadi senopati.
Ketika Panjer dijadikan menjadi Kabupaten dengan bupatinya Ki Suwarno (dari Mataram), Ki Bodronolo diangkat menjadi Ki Gede di Panjer Lembah (Panjer Roma) dengan gelar Ki Gede Panjer Roma I, Pengangakatan tersebut berkat jasanya menangkal serangan Belanda yang akan mendarat di Pantai Petanahan sedangkan anaknya Ki Kertosuto sebagai patihnya Bupati Suwarno. Demang Panjer Gunung, Adiknya Ki Hastrosuto membantu ayahnya di Panjer Roma, kemudian menyerahkan jabatannya kepada Ki Hastrosuto dan bergelar Ki Panjer Roma II. Tokoh ini sangat berjasa karena memberi tanah kepada Pangeran Bumidirja. yang terletak di utara Kelokan sungai Lukulo dan kemudian dijadikan padepokan yang amat terkenal.
         Kedatangan Kyai P Bumidirja menyebabkan kekhawatiran dan prasangka, maka dari itu beliau menyingkir ke desa Lundong sedang Ki Panjer Roma II bersama Tumenggung Wongsonegoro Panjer Gunung menghindar dari kejaran pihak Mataram. Sedangkan Ki Kertowongso dipaksa untuk taat kepada Mataram dan diserahi Penguasa kedua Panjer, sebagai Ki Gede Panjer III yang kemudian bergelar Tumenggung Kolopaking I (karena berjasa memberi kelapa aking pada Sunan Amangkurat I). Dari Versi I dapat disimpulkan bahwa lahirnya Kebumen mulai dari Panjer yaitu tanggal 26 Juni 1677.

Versi II
Sejarah Kabupaten Kebumen dimulai sejak Tumenggung Arung Binang I yang masa mudanya bernama JAKA SANGKRIP yang berdarah Mataram dan dititipkan kepada pamannya Demang Kutawinangun. Setelah dewasa lalu mencari ayahnya ke keraton Mataram dan setelah membuktikan keturunan Raja maka ia diangkat menjadi Mantri Gladag, kemudian sampai Bupati Nayaka dengan Gelar Hanggawangsa. Setelah diambil menantu oleh Patih Surakarta kemudian diangkat menjadi Tumenggung Arung Binang I sampai dengan keturunannya yang ke III sedangkan Arung Binang IV sampai ke VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen.

Versi III
        Asal mula nama Kebumen adalah adanya tokoh KYAI PANGERAN BUMIDIRJA. Beliau adalah bangsawan ulama dari Mataram, adik Sultan Agung Hanyokro Kusumo. Ia dikenal sebagai penasihat raja, yang berani menyampaikan apa yang benar itu benar dan apa yang salah itu salah. Kyai P. Bumidirjo sering memperingatkan raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan dan kebenaran. Ia berpegang pada prinsip:
agar raja adil dan bijaksana. Disamping itu juga ia sangat kasih dan sayang kepada rakyat kecil. Kyai P. Bumidirjo memberanikan diri memperingatkan keponakannya, yaitu Sunan Amangkurat I. Karena sunan ini sudah melanggar paugeran keadilan dan bertindak keras dan kejam. Bahkan berkompromi dengan VOC (Belanda) dan memusuhi bangsawan, ulama dan rakyatnya. Peringatan tersebut membuat kemarahan Sunan Amangkurat I sehingga direncanakan akan dibunuh, karena menghalangi hukum qishos terhadap Kyai P.Pekik dan keluarganya (mertuanya sendiri).
         Untuk menghadapi hal itu, Kyai P. Bumidirjo lebih baik pergi meloloskan diri dari kungkungan Sunan Amangkurat I. Dalam perjalanan ia tidak memakai nama bangsawan, namun memakai nama Kyai Bumi saja.
Kyai P. Bumidirjo sampai ke Panjer dan mendapat hadiah tanah di sebelah utara kelok sungai Lukulo, pada tahun 1670. Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang kemudian dikenal dengan nama daerah Ki bumi atau Ki-Bumi-An, menjadi KEBUMEN.
Oleh karena itu bila lahirnya Kebumen diambil dari segi nama, maka versi Kyai Bumidirjo yang dapat dipakai dan mengingat latar belakang peristiwanya tanggal 26 Juni 1677. Berdasarkan bukti-bukti sejarah bahwa Kebumen berasal dari kata Bumi, nama sebutan bagi P. Kyai Bumidirjo , mendapat awalan ke dan akhiran an yang menyatakan tempat. Hal itu berarti Kebumen mula-mula adalah tempat tinggal P. Bumidirjo.
         Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan pelaksanaan belanja negara, keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar tahun 1930. Salah satu perwujudan pengetatan anggaran belanja negara itu adalah penyederhanaan tata pemerintahan dengan penggabungan daerah-daerah Kabupaten (regentschaap).
Demikian pula halnya dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen. Surat Keputusan tentangpenggabungan kedua daerah ini tercatat dalam lembaran negara Hindia Belanda tahun 1935 nomor 629.
      Dengan ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka Surat Keputusan terdahulu tanggal 21 juli 1929 nomor 253 artikel nomor 121 yang berisi penetapan daerah Kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut atau tidak berlaku lagi. Ketetapan baru tersebut telah mendapat persetujuan Majelis Hindia Belanda dan Perwakilan Rakyat (Volksraad).
Sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru yaitu: Kutowinangun, Ambal, Karanganyar dan Kebumen. Dengan demikian Surat Keputusan Gubernur Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 Desember 1935 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936 dan sampai saat ini tidak berubah. Sampai sekarang Kabupaten Kebumen telah memiliki Tumenggung/Adipati/Bupati sudah sampai 29 kali.

JAKA SANGKRIP
         Jaka Sangkrip adalah anak Kyai Hanggayuda, karena sejak kecil ia menderita penyakit ketrapen "puru" ia tidak disenangi keluarganya. pada waktu berumur 16 s/d 17 tahun ia meninggalkan Kutawinangun dan berguru kepada Kyai Amat Yusuf di desa Bojongsari dan memakai nama samaran Surawijaya dan termasuk murid yang luar biasa. Setelah selesai berguru lalu meninggalkan desa Bojongsari menuju desa Selang dan berguru ngaji kepada Kyai Jaiman. Di masa mudanya Jaka Sangkrip atau Surawijaya senang melakukan tapa brata dan menolong orang antara lain yaitu:
Di desa Prasutan, Surawijaya melakukan tapa di bawah pohon "benda", tapa Ngluwat (berkubur diri). karena kesaktiannya ia dapat menyembuhkan penyakit lumpuh yang dialami Keluarga Nalagati. Di Karangbolong saat melakukan tapa di Gua Menganti ia mendapat wasiat cemeti (cambuk), dan di hutan Moros ia bertemu Kumbang Ali-ali (roh halus) yang selalu membantu kesulitan Surawijaya dengan cara  menjelma menjadi kera putih. Di Gunung Brecong bertapa dengan mengikuti peredaran matahari pagi hari
menuju ke timur, sore hari menuju ke barat, selama 15 hari. Di Pantai Selatan bertapa menimbun diri di dalam pasir. Setelah bertapa lalu menuju ke Gunung Bulupitu dan memperistri ratu jin bernama Nawangwulan. Atas nasihat istrinya itu ia lalu pulang ke Kutawinangun dan diberi senjata "Kyai Naracabala". Pada waktu itu Kutawinangun diduduki oleh Demang Prawiragati sedangkan Kyai Hanggayuda bersembunyi di Ngabeyan.

Tidak ada komentar: