SEJARAH
KABUPATEN KEBUMEN
Seperti
halnya Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai latar belakang kultur budaya
dan sejarah yang berbeda-beda, Kabupaten Kebumen memiliki sejarah tersendiri
yaitu berdiri Kabupaten Kebumen dimana maksud yang dikandung untuk memberikan
rasa bangga dan memiliki bagi warga masyarakat Kabupaten Kebumen yang
selanjutnya dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang ada sehingga dapat
memajukan pembangunan di segala bidang .
Sejarah
awal mulanya adanya Kebumen tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Mataram
Islam. Hal ini disebabkan adanya beberapa keterkaitan peristiwa yang ada dan
dialami Mataram membawa pengaruh bagi terbentuknya Kebumen yang masih didalam
lingkup kerajaan Mataram. Di dalam Struktur kekuasaan Mataram lokasi kebumen
termasuk di daerah Manca Negara Kulon (wilayah Kademangan Karanglo) dan masih
dibawah Mataram. Berdasarkan
Perda Kab. Kebumen nomor 1 tahun 1990 tentang Penetapan Hari Jadi Kabupaten
Kebumen dan beberapa sumber lainnya dapat diketahui latar belakang berdirinya
Kabupaten Kebumen antara lain ada beberapa versi yaitu :
Versi I
Versi Pertama asal mula lahirnya Kebumen
dilacak dari berdirinya Panjer. Menurut sejarahnya, Panjer berasal dari tokoh
yang bernama Ki Bagus Bodronolo. Pada waktu Sultan Agung menyerbu ke Batavia ia membantu
menjadi prajurit menjadi pengawal pangan dan kemudian diangkat menjadi
senopati.
Ketika Panjer dijadikan menjadi Kabupaten
dengan bupatinya Ki Suwarno (dari Mataram), Ki Bodronolo diangkat menjadi Ki
Gede di Panjer Lembah (Panjer Roma) dengan gelar Ki Gede Panjer Roma I, Pengangakatan
tersebut berkat jasanya menangkal serangan Belanda yang akan mendarat di Pantai
Petanahan sedangkan anaknya Ki Kertosuto sebagai patihnya Bupati Suwarno.
Demang Panjer Gunung, Adiknya Ki Hastrosuto membantu ayahnya di Panjer Roma,
kemudian menyerahkan jabatannya kepada Ki Hastrosuto dan bergelar Ki Panjer
Roma II. Tokoh ini sangat berjasa karena memberi tanah kepada Pangeran
Bumidirja. yang terletak di utara Kelokan sungai Lukulo dan kemudian dijadikan
padepokan yang amat terkenal.
Kedatangan Kyai P Bumidirja menyebabkan kekhawatiran dan prasangka, maka
dari itu beliau menyingkir ke desa Lundong sedang Ki Panjer Roma II bersama
Tumenggung Wongsonegoro Panjer Gunung menghindar dari kejaran pihak Mataram.
Sedangkan Ki Kertowongso dipaksa untuk taat kepada Mataram dan diserahi
Penguasa kedua Panjer, sebagai Ki Gede Panjer III yang kemudian bergelar Tumenggung
Kolopaking I (karena berjasa memberi kelapa aking pada Sunan Amangkurat I). Dari
Versi I dapat disimpulkan bahwa lahirnya Kebumen mulai dari Panjer yaitu
tanggal 26 Juni 1677.
Versi II
Sejarah Kabupaten Kebumen dimulai sejak
Tumenggung Arung Binang I yang masa mudanya bernama JAKA SANGKRIP yang berdarah
Mataram dan dititipkan kepada pamannya Demang Kutawinangun. Setelah dewasa lalu
mencari ayahnya ke keraton Mataram dan setelah membuktikan keturunan Raja maka
ia diangkat menjadi Mantri Gladag, kemudian sampai Bupati Nayaka dengan Gelar Hanggawangsa.
Setelah diambil menantu oleh Patih Surakarta kemudian diangkat menjadi
Tumenggung Arung Binang I sampai dengan keturunannya yang ke III sedangkan
Arung Binang IV sampai ke VIII secara resmi menjadi Bupati Kebumen.
Versi III
Asal mula nama Kebumen adalah adanya tokoh KYAI PANGERAN BUMIDIRJA.
Beliau adalah bangsawan ulama dari Mataram, adik Sultan Agung Hanyokro Kusumo.
Ia dikenal sebagai penasihat raja, yang berani menyampaikan apa yang benar itu
benar dan apa yang salah itu salah. Kyai P. Bumidirjo sering memperingatkan
raja bila sudah melanggar batas-batas keadilan dan kebenaran. Ia berpegang pada
prinsip:
agar raja adil dan bijaksana. Disamping
itu juga ia sangat kasih dan sayang kepada rakyat kecil. Kyai P. Bumidirjo
memberanikan diri memperingatkan keponakannya, yaitu Sunan Amangkurat I. Karena
sunan ini sudah melanggar paugeran keadilan
dan bertindak keras dan kejam. Bahkan berkompromi dengan VOC (Belanda) dan
memusuhi bangsawan, ulama dan rakyatnya. Peringatan tersebut membuat kemarahan
Sunan Amangkurat I sehingga direncanakan akan dibunuh, karena menghalangi hukum
qishos terhadap Kyai P.Pekik dan keluarganya (mertuanya sendiri).
Untuk menghadapi hal itu, Kyai P. Bumidirjo lebih baik pergi meloloskan
diri dari kungkungan Sunan Amangkurat I. Dalam perjalanan ia tidak memakai nama
bangsawan, namun memakai nama Kyai Bumi saja.
Kyai P. Bumidirjo sampai ke Panjer dan
mendapat hadiah tanah di sebelah utara kelok sungai Lukulo, pada tahun 1670.
Pada tahun itu juga dibangun padepokan/pondok yang kemudian dikenal dengan nama
daerah Ki bumi atau Ki-Bumi-An, menjadi KEBUMEN.
Oleh karena itu bila lahirnya Kebumen
diambil dari segi nama, maka versi Kyai Bumidirjo yang dapat dipakai dan
mengingat latar belakang peristiwanya tanggal 26 Juni 1677. Berdasarkan
bukti-bukti sejarah bahwa Kebumen berasal dari kata Bumi, nama sebutan bagi P. Kyai Bumidirjo , mendapat awalan ke dan akhiran an yang menyatakan tempat. Hal itu berarti Kebumen mula-mula
adalah tempat tinggal P. Bumidirjo.
Di dalam perjalanan sejarah Indonesia pada saat dipegang
Pemerintah Hindia Belanda telah terjadi pasang surut dalam pengadaan dan
pelaksanaan belanja negara, keadaan demikian memuncak sampai klimaksnya sekitar
tahun 1930. Salah satu perwujudan pengetatan anggaran belanja negara itu adalah
penyederhanaan tata pemerintahan dengan penggabungan daerah-daerah Kabupaten
(regentschaap).
Demikian pula halnya dengan Kabupaten
Karanganyar dan Kabupaten Kebumen telah mengalami penggabungan menjadi satu
daerah Kabupaten menjadi Kabupaten Kebumen. Surat Keputusan tentangpenggabungan
kedua daerah ini tercatat dalam lembaran negara Hindia Belanda tahun 1935 nomor
629.
Dengan ditetapkannya Surat Keputusan tersebut maka Surat Keputusan
terdahulu tanggal 21 juli 1929 nomor 253 artikel nomor 121 yang berisi
penetapan daerah Kabupaten Kebumen dinyatakan dicabut atau tidak berlaku lagi.
Ketetapan baru tersebut telah mendapat persetujuan Majelis Hindia Belanda dan
Perwakilan Rakyat (Volksraad).
Sebagai akibat ditetapkannya Surat
Keputusan tersebut maka luas wilayah Kabupaten Kebumen yang baru yaitu:
Kutowinangun, Ambal, Karanganyar dan Kebumen. Dengan demikian Surat Keputusan Gubernur
Jendral De Jonge Nomor 3 tertanggal 31 Desember 1935 dan mulai berlaku tanggal
1 Januari 1936 dan sampai saat ini tidak berubah. Sampai sekarang Kabupaten
Kebumen telah memiliki Tumenggung/Adipati/Bupati sudah sampai 29 kali.
JAKA SANGKRIP
Jaka Sangkrip adalah anak Kyai Hanggayuda, karena sejak kecil ia
menderita penyakit ketrapen "puru" ia tidak disenangi keluarganya.
pada waktu berumur 16 s/d 17 tahun ia meninggalkan Kutawinangun dan berguru
kepada Kyai Amat Yusuf di desa Bojongsari dan memakai nama samaran Surawijaya
dan termasuk murid yang luar biasa. Setelah selesai berguru lalu meninggalkan
desa Bojongsari menuju desa Selang dan berguru ngaji kepada Kyai Jaiman. Di
masa mudanya Jaka Sangkrip atau Surawijaya senang melakukan tapa brata dan
menolong orang antara lain yaitu:
Di desa Prasutan, Surawijaya melakukan
tapa di bawah pohon "benda", tapa Ngluwat (berkubur diri). karena kesaktiannya
ia dapat menyembuhkan penyakit lumpuh yang dialami Keluarga Nalagati. Di Karangbolong
saat melakukan tapa di Gua Menganti ia mendapat wasiat cemeti (cambuk), dan di
hutan Moros ia bertemu Kumbang Ali-ali (roh halus) yang selalu membantu
kesulitan Surawijaya dengan cara menjelma menjadi kera putih. Di Gunung
Brecong bertapa dengan mengikuti peredaran matahari pagi hari
menuju ke timur, sore hari menuju ke
barat, selama 15 hari. Di Pantai Selatan bertapa menimbun diri di dalam pasir. Setelah
bertapa lalu menuju ke Gunung Bulupitu dan memperistri ratu jin bernama
Nawangwulan. Atas nasihat istrinya itu ia lalu pulang ke Kutawinangun dan
diberi senjata "Kyai Naracabala". Pada waktu itu Kutawinangun
diduduki oleh Demang Prawiragati sedangkan Kyai Hanggayuda bersembunyi di
Ngabeyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar